Jumat, 21 Oktober 2011

Sepenggal Kisah Dari Masa Lalu Wonua Sorume

 Pada zaman dahulu, Kabupaten Kolaka yang dikenal sekarang ini, adalah bekas wilayah kekuasaan kerajaan Mekongga yang memerintah sejak abad XIII hingga pertengahan abad XX (tahun 1940).  Wundulako merupakan suatu daerah pemukiman yang sejak dahulu dikenal sebagai tempat tinggal suku Tolaki Mekongga (To Mekongga). Wundulako juga dikenal sebagai pusat pemerintahan kerajaan Mekongga. Cerita lain menyebutkan bahwa Wundulako dahulu juga dikenal dengan nama Unenapo.
Sebelum kerajaan Mekongga terbentuk, pada mulanya daerah itu bernama Wonua Sorume yang berarti negeri anggrek, karena banyak sekali tumbuh anggrek yang batangnya berwarna kuning keemasan. Sebelum orang Tolaki datang ke daerah Mekongga, pada awalnya sudah ada penduduk yang mendiami daerah tersebut yaitu orang Moronene (okia), atau Toaere yang disebut sebagai penduduk asli. Selain itu, sumber lain menyebutkan bahwa jauh sebelum orang  Moronene dan Toaere datang ke jazirah Tenggara, daerah Wundulako pernah dihuni oleh To Kudiho, yaitu orang-orang kerdil yang mendiami kawasan lembah pegunungan Tamosi.
Setelah beberapa puluh tahun kemudian, penduduk yang mendiami Unenapo (kemudian dikenal dengan Mekongga) terjadi pembauran antara penduduk lama dan pendatang dan mereka saling rukun damai dan sejahtera. Daerah Unenapo yang kemudian dikenal dengan Mekongga memiliki latar sejarah yang sebenarnya bersumber dari cerita mitos yang berkembang hingga sekarang. Cerita itu kemudian diwariskan secara turun temurun lewat cerita-cerita dari para orang tua dan sesepuh adat. Dikisahkan bahwa kehidupan masyarakat yang begitu tentram namun tiba-tiba dikagetkan dengan datangnya seekor burung elang besar yang oleh penduduk disebut Konggaaha. Binatang besar yang disebut Konggaaha itu setiap harinya keluar mencari mangsa seperti hewan bahkan juga manusia. Situasi seperti itu membuat penduduk ketakutan dan keadaannya sangat mencekam. Bersamaan itu tersiar berita bahwa di Bukit Kolumba (suatu tempat di hilir sungai Balandete, telah turun dari langit dua orang bersaudara, yaitu laki-laki bernama Larumbalangi dan perempuan bernama Wekoila. Larumbalangi menetap di Bukit Kolumba (Unenapo) sedangkan Wekoila meneruskan perjalanan ke Unaaha Konawe).
Penduduk Kolumba (Unenapo) sangat menghormati Larumbalangi karena dianggapnya keturunan dewa dari langit dan memiliki kesaktian dan ilmu yang tinggi, namun kemudian diketahui bahwa mereka datang dari Luwu. Semua tokoh-tokoh adat dan penduduk bermusyawarah mengundang Larumbalangi untuk membantu memerangi Konggaaha yang sangat ganas dan banyak menelan korban. Dengan persiapan dan kegigihan penduduk ketika itu dan dipimpin oleh Larumbalangi dengan teknik dan cara yang tersusun rapi, akhirnya burung elang besar itu akhirnya jatuh dan mati di sebuah sungai yang mengalir melintasi sebelah utara Osu Mbegolua yang kemudian disebut Lamekongga, yang berasal dari kata La (ala) = batang sungai, me = mati (terbunuh), Kongga = burung elang. Dengan demikian bila diterjemahkan berarti sungai tempat jatuhnya atau terbunuhnya burung elang (sekarang menjadi bendungan Lamekongga) di keluruhan Sile, kecamatan Wundulako yang berdekatan dengan Osu Mbegolua dan Gua Wulaa.

sumber : http://iannnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.